Sponsor

"Ilmu Tanpa Amalan Ibarat Pohon Tanpa Buah" Ilmu Yang Berfaidah Adalah Ilmu Yang Digunakan Atau Dimanfaatkan, Dan Pekerjaan Yang Baik Adalah Pekerjaan Yang Dikerjakan Dengan Baik, Maka Ilmu Harus Dimanfaatkan Dan Harus Dipakai Untuk Memudahkan Dan Menyempurnakan Sesuatu Pekerjaan Agar Baik Hasilnya, Dan Mendatangkan Manfaat Bagi Kita Dan Orang-Orang Disekitar KIta.

Saturday, May 3, 2014

ASAL – USUL DAN MOTIVASI LAHIRNYA TASAWWUF



1.Asal – usul Munculnya Ajaran Tasawwuf
     Secara etimologi, ada tiga kata yang menjadi kemungkinan timbulnya istilah tasawuf ( تصوف ), yaitu: shaff ( صف), shûff (), dan shuffah (صوف).[1]
a. Shaff (صف). Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan (shaffan) yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh. Shaffan sesungguhnya berarti secara berbaris-baris. Jadi, mengacu pada ayat di atas, tasawuf adalah menyusun barisan di jalan Allah SWT (fî sabîlillâh).
b. Shûf (صوف) adalah bulu domba. Pada masa pra-Islam, bulu domba sering digunakan sebagai pakaian oleh para ruhban  atau rabbi (pemimpin Yahudi yang asketis) sebagai simbol kesederhanaan. Shûf juga sering dijadikan pakaian oleh para petapa Nasrani. Jadi, tasawuf adalah hal yang identik dengan kesederhanaan.
c.  Shuffah (صفة) adalah tempat duduk kecil yang terbuat dari kayu atau batu. Para sahabat Nabi saw sering duduk di atas shuffah sehingga mereka disebut Ahlush-shuffa (أهل الصفة).[4] Oleh sebab itu, tasawuf diidentikkan dengan Ahlush-shuffah dan diyakini bahwa tasawuf berasal dari kebiasaan para sahabat Nabi saw.
Kesimpulannya, secara etimologi, tasawuf adalah barisan-barisan yang senantiasa berada di jalan Allah SWT dan hidup sederhana dengan mencontoh teladan para sahabat Nabi saw yang saleh.[1]


      Mari kita kembali kepada kata tasawwuf, istilah arab yang tepat untuk sufisme. Asal – usul tradisi ini muncul sejak umat manusia ada. Ketika manusia menyadari hubunganya dengan yang mutlak, maka dia mulai mencari hakikat.

   Sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW, para pendahulu kaum sufi disebut sebagai hunafa’. Mereka juga telah disebut –sebut dalam berbabagai ayat al-qur’an. Di antaranya :

       “ padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah ALLAH dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus ( Qs.Al-bayyinah 98:5).

   Sifat Nabi Ibrahim AS lah yang didalam Al-Qur’an disebut sebagai seorang yang hanif, maka kita memiliki bukti bahwa pribadi – pribadi para hanif itu telah ada sebalum wahyu ALLAH.

   Khusus mengenai asal – usul tasawwuf, terdapat beberapa pandangan. Sebagian pandangan secara tegas menyatakan bahwa tasawwuf tidak memiliki dasar dalam islam. Sebagian yang lain mengaitkanya dengan peradaban Indo-Eropa.

   Pada permulaan Islam, risalah yang di turunkan kepada Muhammad SAW mengandung dua pesan. Pesan yang pertama ditujukan kepada manusia secara umum ( ammah ), dan yang kedua hanya diperuntukkan untuk orang – orang khusus ( khawwas ).

     Secara historis, tasawwuf  baru menjadi sebuah aliran yang sesungguhnya, lengkap dengan para syekh, tata-tertib dan tarekat-tarekat, pada masa islam, setelah diutusnya nabi muhammad SAW. Tasawwuf dinisbatkan kepada para sahabat pertamanya nabi. Sebagaimana para pengamat mengatakan : “pada mulanya, nama tasawwuf  belum ada namun hampir semua orang adalah para sufi, sedangakan sekarang nama itu ada namun sedikit sekali sufi”.

Hingga kini, dimasjid nabawi, madinah, didepan makam nabi terdapat sebuah tempat yang agak tinggi yang disebut ahl al-shuffah. Ditempat itulah para sahabat Nabi yang menjaga sunnah Nabi dan asma agung berfikir dan bertafakkur tentang mereka Al-Qur’an menyebutkan :

     “ Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru tuhan dipagi dan sore hari dengan mengharap keridhoan_Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka ( karena ) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaanya melampui batas “. ( Qs,Al-Kahfi,18:28).
 
    Beberapa teori lainya yang meragukan, bahkan penuh prasangka, menegaskan bahwasanya asal – usul tasawwuf terkait dengan kontak umat islam dengan anak benua india, dengan Agama budha atau hindu, bahkan dengan filsafat yunani, semua itu keliru, pada kenyataanya tasawwuf merupakan tradisi yang telah berakar lama, yang diciptakan kembali, ditanamkan oleh risalah Muhammad SAW, tasawwuf diaturkan melalui silsilah para syekh.[2]

    Pengaruh-pengaruh lain atas hidup kerohanian Islam juga dikatakan sebagian orang sebagai latar belakang yang mempengaruhi ilmu tasawuf, seperti :
a.      Pengaruh Hindu, seperti apa yang dikatakan oleh Al Bairuni tentang pokok persamaan ajaran karma dan jelmaan dengan mazhab orang shufi dengan istilah hulul.
b.    Pengaruh Persia, zuhud dalam tasawuf Islam amat menyerupai zuhud dan kependetaan dalam mazhab Manu. Qana’ah yaitu hidup sangat sederhana dan melarang makan daging binatang menyerupai pula ajaran mazhab Mazdak.
c.     Pengaruh Nasrani, pendapat-pendapat seperti ini dikuatkan dengan macam-macam alasan. Seperti yang diungkapkan Goldziher, ia mengatakan bahwa hadits-hadits Nabi yang memuji hidup miskin dan mencela kekayaan dan kemewahan adalah diambil dari sumbernya Nasrani. Sebab Nasrani yang amat menguatamakan itu. Noldke mengatakan bahwa pakaian shuf (bulu) itupun diambil dari Nasrani. Nicholson juga berpendapat bahwa tafakur berdiam diri dan berzikir pun dari pengaruh Nasrani.
d.     Pengaruh filsafat Yunani, alam pikiran Islam telah memakai filsafat Aristoteles untuk menguatkan kepercayaan kepada Zat Pencipta Sarwa Sekalian alam. Logika Aristoteles dipakai di samping idealisme Plato. Semboyan Socrates yang terkenal yang didapatinya tertulis di dinidng Ma’bad Delfi, “Kenallah Dirimu, telah disesuaikan oleh ahli tasawuf dengan hadits atau kata hikmat tasawuf yang terkenal pula yaitu: “Barangsiapa mengenal dirinya, sungguh dia telah mengenal Tuhannya”.
    Alasan-alasan lain juga mereka katakan bahwa tokoh-tokoh sufi kebanyakan dari Persia yang asalnya beragama Majusi atau bangsa lain yang beragama Kristen. Namun argumen ini sangat lemah dan goyah, mengingat bahwa cikal bakal tasawuf lahir dari jazirah Arab dan dari bangsa arab itu sendiri. Dasar-dasar tasawuf sudah ada sejak datangnya agama Islam, hal ini dapat diketahui dari kehidupan Nabi Muhammad SAW, cara hidup beliau yang kemudian diteladani  dan kemudian diteruskan oleh para sahabat.[3]

2.Motivasi Lahirnya Ajaran Tasawwuf
     Term tasawwuf dikenal secara luas dikawasan islam sejak penghujung abad dua hijriyah, sebagai perkembangan lanjut dari kesalehan asketis atau para zahid yang mengelompok diserambi masjid madinah.dalam perjalanan kehidupan kelompok ini lebih mengkhususkan diri untuk beribadah dan pengembangan kehidupan rohaniah dengan mengabaikan kenikmatan duniawi. Pola hidup kesalehan yang demikian merupakan awal pertumbuhan tasawwuf yang kemudian berkembang dengan pesatnya.

    Kepesatan perkembangan tasawwuf sebagai satu kultur keislaman, nampaknya memperoleh infus atau motivasi dari tiga faktor, infus ini kemudian kemudian memberikan gambaran tentang tipe gerakan yang muncul tiga faktor tersebut, sebagai berikut :
a.       Dikarenakan corak kehidupan yang profan dan hidup kepelesiran yang diperagakan oleh umat islam terutama para pembesar negeri dan para hartawan. Dari aspek ini dorongan yang paling deras adalah sebagai reaksi terhadap sikap hidup yang sekular dan glamour dari kelompok elit dinasti penguasa di istana. Protes tersamar itu mereka lakukan dengan gaya murni etis, pendalaman kehidupan spritual dengan motivasi etikal. Tokoh populer yang dapat mewakili aliran ini dapat ditunjuk Hasan al-Bashri ( w.110 H ) yang mempunyai pengaruh kuat dalam kesejarahan spritual islam, melalui doktrin al-Zuhd dan khouf- al-roja; Rabiah al-Adawiyah ( w.185 H ) dengan ajaran al-hubb atau mahabbah serta Ma’ruf al-kharki (w 200 H ) dengan konsepnya al-syauq sebagai ajaranya. Nampaknya setidaknya pada wal munculnya, gerakan ini semacam gerakan sektarian yang introversionis, pemisah dari trend kehidupan, eksklusip dan tegas pendirian dalam upaya penyucian diri tampa memperdulikan alam sekitar.
b.      Timbulnya sikap apatis sebagai reaksi maksimal kepada radikalisme kaum khawarij dan polarisasi politik yang ditimbulkannya.kekerasan pergulatan politik pada masa itu, menyebabkan orang – orang yang ingin mempertahankan kesalihan dan ketenangan rohaniah, terpaksa mengambil tindakan menjauhi kehidupan masyarakat ramai untuk menyepi sekaligus menghindarkan diri dari keterlibatan langsung dalam pertentangan politik. Sikap yang demikian itu melahirkan ajaran uzlah yang dipelopori oleh Surri al- saqathi (w 253 H ). Apabila diukur dari kriteria sosiologi, nampaknya kelompok ini dapat dikategorikan sebagai gerakan “sempalan” satu kelompok umat yang sengaja mengambil sikap uzlah kolektif yang cenderung eksklusifdan kritis terhadap penguasa. Dalam pandangan ini, kecendrungan memilih kehidupan rohaniah mistis, sepertinya merupakan pelarian, atau mencari kompensasi untuk menang dalam medan perjuangan duniawi. Ketika didunia yang penuh tipu daya ini sudah kering dari siraman cinta sesama, mereka bangun dunia baru, realitas baru yang terbebas dari kekejaman dan keserakahan, dunia spritual yang penuh dengan salju cinta.
c.       Nampaknya adalah karena corak kodifikasi hukum islam dan perumusan ilmu kalam yang rasional sehingga kurang bermotivasi etikal yang menyebabkan kehilangan moralitasnya, menjadi wahana tiada isi atau semacam bentuk tanpa jiwa. Formalitas faham keagamaan dirasakan semakain kering dan menyesakkan ruhuddin yang menyebabkan terputusnya komunikasi langsung suasana keakraban personal antara hamba dan penciptanya. Kondisi hukum dan teologi yang kering tanpa jiwa itu, karena dominannya posisi moral dalam agama, para zuhhad tergugah untuk mencurahkan perhatian terhadap moralitas, sehingga memicu pergeseran asketisme kesalahan kepada tasawwuf. Doktrin al-zuhd misalnya yang tadi sebagai dorongan untuk meningkatkan ibadah semata – mata karena takut kepada siksa neraka bergeser kepada demi kecintaan dan semata – mata karena ALLAH agar selalu bisa berkomunikasi dengan-Nya.[4]

   Konsep tawakkal yang tadinya berkonotasi kesalehan yang etis, kemudian secara diamental kemudian dihadapkan kepada pengingkaran kehidupan yang pro-fanistik disatu pihak dan konsep sentral tentang hubungan manusia dengan tuhan, yang kemudian populer dengan doktrin al-hubb. Doktrin al-hubb adalah tingkat akhir sebelum ma’rifat yang berarti mengenal ALLAH secara langsung melalui pandangan batin.

   Menurut sebagian sufi, ma’rifat ALLAH adalah tujuan akhir dan sekaligus merupakan tingkat kebahagian paripurna yang mungkin dicapai oleh manusia di dunia ini, kondisi demikian hanya dapat di capai sesudah mencintai ( AL-HUBB ) ALLAH dengan segenap expresinya. Berdasarkan kualitas – kualitas yang demikian maka gerakan ini bisa dikatakan sebagai gerakan gnostisisme ( ilmu laduni, al-ma’rifat ) atau barang kali dapat disejajarkan dengan manipulationistdalam filsafat. Kelompok ini kemudian mengklaim memiliki ilmu yang khusus dan tidak dapat diberikan kepada sembarang orang. Untuk memiliki kualitas ilmu ini harus melalui proses inisiasi yang panjang dan bertingkat- tingkat.

    Pada abad itu juga tampil Dzun-Nun-al-Mishri ( w 245 H ) dengan konsep lain mengenai konsep spritual menuju tuhan al-Maqomat yang secara pararel berjalan bersama teori al-hal yang bersifat psiko-gnostik sejak diterimanya dengan luas doktrin al_maqomat dan al-hal, perkembangan tasawwuf telah sampai kepada tingkat kejelasan perbedaan dengan kesalehan asketis, baik dalam tujuan maupun ajaran. Sementara itu, dalam abad tiga ini juga Abu Yazid al-Busthomi ( w 260 H ) melangkah lebih maju dengan doktrin al- ittihad melalui al-fana, yakni beralihnya sifat kemanusian seseorang kedalam sifat ke-illahian sehingga terjadi penyatuan manusia dengan tuhan.

    Kejayaan tasawwuf pada abad ketujuh dan sesudahnya dikalangan bangsa arab, dan segala hal yang disandarkan pada Rasulullah, baik secara hak maupun bathil, hal tersebut masih memerlukan penyempurnaan karena kejayaan tasawwuf pada abad ketujuh dan sebelumnya terjadi dikalangan bangsa arab dan non-arab. Hal ini merupakan hasil dari suatu perkembangan alami yang terjadi dalam sejarah perkembangan budaya. Dewasa ini, perkembangan dan pertumbuhan kelompok sufi telah memberikan suatu kelayakan kepada masyarakat untuk memimpin dan berijtihad sebagai konsekuensi logis dari respon balik terhadap perkembangan era sebelumnya.

    Sebagai contoh, pada abad ketujuh kita temukan para tokoh sufi, seperti Abul Hasan Asy-Syadzili, Ibnu Daqiq Al-‘Id, Majd Ad-Din Al-qusyairi, pada abad sebelumnya  ( Abad ke VI ) kita temukan para sufi, seperti Ahmad Rifai dan Abu Madyan. Pada abad kelima kita jumpai AL-Ghazali dan Abdul AL-Qadir Al-Jailani. Pada abad ketiga dan keempat kita temukan Junaid Al-Baghdadi dan Asy-Syibli. Sebelum mereka, kita temukan pula Zun Nun Al-Misri dan Abu Yazid AL- Busthami. Sebelumnya lagi kita temukan Hasan Al-Basri, Sufyan Ats-Tsauri, Malik Bin Dinar, Ibrahim Bin Adam, Fudail Bin Iyad, Syaqiq Al-Balkhi dan Hatim Al-Asham. Kita mengenal sejarah mereka, baik yang benar maupun bohong, dan pemikiran asli maupun yang diatas namakan mereka.

    Selain itu, perkembangan dan pengaruh lingkungan dari perang salib, tartar, mongol, dan kekacauan yang terjadi dipusat kekhalifahan, bagdhad, mendorong masyarakat untuk kembali kepada ALLAH. Dari kajian kritis tentang masa keemasan ini, terkait dengan perkembangan tasawwuf dan kajianya.[5]

1.kesimpulan
    Tasawuf  adalah ajaran yang bersumber dari agama Islam sendiri, dari Alquran al-Karim, al-Hadits, contoh kehidupan Rasulullah SAW dan kehidupan para sahabat beliau. Dalam perkembangannya, tasawuf berasal dari sebuah gerakan zuhud yang kemudian berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri, ada yang mengatakan tasawuf terpengaruh dari unsur Nasrani, Persia, India filsafat, dan lain sebagainya. Namun terlepas dari semua itu, pada kenyataannya tasawuf merupakan sebuah disiplin ilmu tersendiri yang maisng-masing zaman mempunyai corak dan karakteristiknya masing-masing.

Kepesatan perkembangan tasawwuf sebagai satu kultur keislaman, nampaknya memperoleh infus atau motivasi dari tiga faktor:
1.      Dikarenakan corak kehidupan yang profan dan hidup kepelesiran yang diperagakan oleh umat islam terutama para pembesar negeri dan para hartawan.

2.      Timbulnya sikap apatis sebagai reaksi maksimal kepada radikalisme kaum khawarij dan polarisasi politik yang ditimbulkannya.kekerasan pergulatan politik pada masa itu.


3.      Nampaknya adalah karena corak kodifikasi hukum islam dan perumusan ilmu kalam yang rasional sehingga kurang bermotivasi etikal yang menyebabkan kehilangan moralitasnya.





DAFTAR PUSTAKA


                Ø  Syekh Khaled Bentounes,Tasawwuf kalbu islam,(yogyakarta,pustaka marwa,2006).

Ø  Hamka, Tasawwuf perkembangan dan pemurnianya,( jakarta,PT. Pustaka panjimas,1994).

Ø  Rivay siregar,Tasawwuf dari sufisme klasik ke Neo sufisme,(jakarta,PT.RajaGrapindo Persada,2002).

Ø  Muhammad Zaki Ibrahim,Tasawwuf Hitam Putih,( solo,Tiga Serangkai,2006).

Ø  Wordpress.com/2010/24/asal usul dan pengertian akhlak tasawwuf.



[1] Wordpress.com/2010/24/asal usul dan pengertian akhlak tasawwuf.
[2] Syekh Khaled Bentounes,Tasawwuf kalbu islam,(yogyakarta,pustaka marwa,2006)hal,26-27.

[3] Hamka, Tasawwuf perkembangan dan pemurnianya,( jakarta,PT. Pustaka panjimas,1994),hal 43-50.

[4] Rivay siregar,Tasawwuf dari sufisme klasik ke Neo sufisme,(jakarta,PT.RajaGrapindo Persada,2002)hal 37-39.
[5] Muhammad Zaki Ibrahim,Tasawwuf Hitam Putih,( solo,Tiga Serangkai,2006),hal,11-12.

0 comments:

Post a Comment