Sponsor

"Ilmu Tanpa Amalan Ibarat Pohon Tanpa Buah" Ilmu Yang Berfaidah Adalah Ilmu Yang Digunakan Atau Dimanfaatkan, Dan Pekerjaan Yang Baik Adalah Pekerjaan Yang Dikerjakan Dengan Baik, Maka Ilmu Harus Dimanfaatkan Dan Harus Dipakai Untuk Memudahkan Dan Menyempurnakan Sesuatu Pekerjaan Agar Baik Hasilnya, Dan Mendatangkan Manfaat Bagi Kita Dan Orang-Orang Disekitar KIta.

Friday, November 21, 2014

HUKUM NIKAH BEDA AGAMA


HUKUM NIKAH PRIA NON-MUSLIM DENGAN WANITA MUSLIMAH
Berbeda halnya jika calon suami seorang muslim dan calon istri seorang yahudi atau nasrani sah dengan syarat-syaratnya, maka jika terjadi sebaliknya yaitu seorang non-muslim menikahi wanita muslimah maka hukumnya tidak sah. Berdasarkan firman ALLAH Subhanahu wata’ala ;
لا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ( البقرة الاية 221)
Janganlah kamu nikahkan orang musyrik sampai mereka beriman

  Baik mereka beragama yahudi, nasrani ataupun lainnya maka tidak sah nikahnya.[1]

HIKMAH  TIDAK DIPERBOLEHKANNYA SEORANG NON-MUSLIM MENIKAHI WANITA MUSLIMAH
Allah Subhanahu wata’ala dan RasulNya tidak mentasyri’kan suatu hukum tanpa ada hikmah yang terkandung di balik itu, dimana semua hikmah itu kembali kepada kita dengan kebaikan didunia maupun di akhirat.
Oleh karena itu penting kiranya mengetahui hikmah dibalik tidak bolehnya seorang non-muslim menikahi wanita muslimah.
Adapun hikmahnya ditinjau dari beberapa segi adalah sebagai berikut :
1.      Seorang suami berkuasa atas istrinya sehingga tidak diragukan lagi kekuasaanya akan menghinakan kehormatan seorang muslimah yang mendapatkan kemuliaan dari Allah Subhanahu wata’ala dengan agama islam. Mungkin saja dalam membina rumah tanggannya akan menggunakan ajaran agamnya yang belum tentu dapat di terima oleh ajaran islam, dan agama islam tidak dapat menerima hal itu, sebagaimana irman Allah Subhanahu wata’ala :
ولن يجعل الله للكافرين على المؤمنين سبيلا ( النساء : 141)
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk memusnahkan orang yang beriman

2.      Umumnya seorang anak akan condong kepada ajaran ayahnya nanti ketika dia dewasa, maka jika wanita menikah dengan lelaki non-muslim seakan-akan dia melahirkan anak-anak non-muslim dan itu tidak diinginkan agama.
3.      Kalu sudah terjadi benih-benih cinta antar keduanya maka dengan cintanya dia kan menjadikan umpan untuk memancingnya guna memeluk agamanya dan itu yang diinginkannya.

 Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala :
أولئك يدعون إلى النار ( البقرة الاية 221)
Dan mereka mengajakmu ke neraka

Dan biasanya seorang wanita dengan cintanya akan luluh untuk mengikuti ajakan suaminya, sehingga mungkin saja dia akan meninggalkan agama dan kepercayaanya. Oleh karena itu agama tidak memperbolahkannya. [2]
Ulama telah sepakat bahwa islam telah melarang perkawinan antara wanita muslimah dengan pria non-muslim, baik calon suaminya itu termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci, seperti kristen dan yahudi, atupun pemeluk agama yang mempunyai serupa kitab suci, seperti budhisme, hinduisme, maupun pemeluk agama maupun kepercayaan yang tidak punya kitab suci dan kitab yang serupa kitab suci termasuk juga disini penganut Animisme, Ateisme dan sebagainya.
 Adapun dalil yang menjadu dasar hukum untuk larangan kawin antara wanita muslimah dan pria non muslim ialah:
a.       Firman Allah dalam surat al-baqaroh ayat 221
ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو أعجبكم ( البقرة: 221)
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita yang mukmin sebelum mereka beriman, sesungguhnya budak yang beriman lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu.

b.      Ijmak para ulama tentang larangan perkawinan antar wanita muslimah dengan pria non muslim.
         Adapun hikmah larangan perkawinan antara orang islam (pria/wanita) dengan orang yang bukan islam ( pria/wanita, selain ahlul kitab ), ialah bahwa antara orang islam dan orang kafir selain keristen dan yahudi itu terdapat way of life dan filsafat hidup yang berbeda. Sebab orang islam percaya sepenuhnya kepada Allah sebagai pencipta alam semesta, percaya kepada para nabi, kitab suci, malaikat serta kepada hari kiamat, sedangkan orang musyrik/kafir pada umumnya tidak percaya pada semuannya itu, bahkan mereka selalu mengajak orang-orang yang telah beragama untuk meninggalkan agamannya dan kemudian diajak mengikuti “ kepercayaan/idiologi” mereka.
Adapun hikmah dilarangnya perkawinan antar seorang wanita muslimah dengan pria keristen/yahudi dikhawatirkan wanita islam itu kehilangan kebebasan beragama dan menjalankan ajaran-ajaran agamannya, kemudian terseret kepada agama suaminya kemudian pula anak-anak yang lahir dari hasil perkawinannya karena bapak sebagai kepala keluarga kepada anak-anak melebihi ibunya. Dalam hal ini fakta-fakta sejarah menunjukkan bahwa tiada suatu agama dan sesuatu ideologi dimuka bumi ini yang memberikan kebebesan beragama dan bersikap toleransi terhadap agama/kepercayaan lain, seperti agama islam, sebagaimana firman Allah dalam surat al-baqorah ayat 120
و لن ترضى عنك اليهود ولا النصارى حتى تتبع ملتهم ( البقرة 120)
Orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu menikuti agama mereka.

Dan Allah berfirman dalam surat an-nisa 141
و لن تجعل الله للكاقرين على المؤمنين سبيلا ( النساء 141)
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk melenyapkan orang-orang yang beriman.

Firman tersebut mengingatkan kepada umat islam hendaknya selalu berhati-hati dan waspada terhadap tipu muslihat orang-orang kafir termasuk yahudi dan nasrani yang selalu berusaha melenyapkan islam dan umat islam dengan berbagai cara, dan hendaknya umat islam tidak memberi jalan/ kesempatan kepada mereka mencapai maksudnya. Misalnya dengan jalan perkawinan seorang wanita islam dengan pria non-muslim.
Cortenay Beale dalam bukunya Marriage before & after mengingatkan, bahwa pasangan suami istri yang terdapat relegious antagonisme ( perlawanan/permusuhan agama), misalnya perkawinan antara pemuda katolik dengan pemudi protestan atau yahudi atau agnostik yang masing-masing yakin dan konsekuen atas kebenaran agama/ ideologinya, maka akan sulit sekali menciptakan rumah tangga yang harmonis dan bahagia, karena masalah gama adalah masalah yang sangat prinsip dan sensitif bagi umat beragama.[3]
HIKMAH DIPERBOLAHKANNYA SEORANG MUSLIM MENIKAHI WANITA AHLUL KITAB
      Adapun hikmah diperbolehkannya seorang muslim menikahi wanita ahlul kitab dengan syarat-syaratnya, karena agama nasrani dan yahudi adalah sama-sama agama yang dulunya datang dari Allah Subhanahu wata’alaa dimana mereka percaya dengan adanya Allah dan percaya kepada RasulNya, hanya saja kitab mereka sudah banyak diganti begitu pula hukum-hukumnya. Akan tetapi masih ada beberapa persamaan yang diharapkan dengan menikahinya lambat laun dia akan tahu kebenaran yang sebenarnya sehingga dia akan meninggalkan agamanya dan memeluk agama suaminya.
Begitu juga dengan menikahinya lambat laun dia juga akan mengetahui kebijaksanaan hukum islam didalam membina rumah tanggan yang setiap hari akan dilihatnya sehingga akan timbul secercah keimanan yang natinya akan menuntun dia kedalam agama yang akan menjadi sebab kebahagiannya didunia dan akhirat. Dan itu banyak kita saksikan di zaman sekarang ini.
Dan juga anak-anak yang akan dilahirkannya menurut hukum islam secara otomatis akan diikuti akan diikuti dengan agama ayahnya sehingga tidak ada ketakutan anak itu meninggalkan agama ayahnya.
Kesimpulanya bolehnya seorang muslim menikahi wanita nasrani atau yahudi dengan syarat-syaratnya karena dengan pernikahan tersebut diharapkan sang istri akan mengikuti agama suamiya, akan tetapi menikahi wanita muslimah lebih baik beribu kali lipat karna tanpa resiko.[4]
Adapun perempuan-perempuan ahlul kitab baik dari kalangan yahudi maupun nasrani, oleh al-qur’an telah diizinkan kawin dengan mereka untuk mengadakan pergaulan dengan mereka ini masih dinilai sebagai orang yang beragama samawi sekalipun agama itu telah diubah san diganti.
Untuk itulah, makanannya boleh kita makan dan perempuan-perempuannya boleh kita kawini. Seperti firman Allah:
و طعام الذين اوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل لهم والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين اوتوا الكتاب من كبلكم إذا اتيتموهن محصنين غير مسافحين ولا متحذى أخدان ( المائدة : 5)
Makanan-makanan ahlul kitab adalah halal buat kamu begitu pula makananmu halal buat mereka. Perempuan-perempuan mukminah yang baik ( halal buat kamu ) begitu juga perempuan yang baik-baik dari orang-orang yang pernah diberi kitab sebelum kamu, apabila mereka itu kamu beri mas kawin sedang kamu kawini mereka ( dengan cara yang baik ) bukan berzina dan bukan kamu jadikan gundik
( Q.S Al-maidah ayat 5)

Ini adalah salah satu bentuk toleransi dalam islam yang amat jarang sekali dijumpai taranya dalam agama-agama lain.
Betapapun ahlul kitab itu dinlai sebagai kufur dan sesat namun seorang muslim masih dioerkenankan bahwa istrinya pengurus rumah tangganya ketentraman hatinya menyerahkan rahasianya dan ibu anaknya itu dari ahlul kitab dan dia masih tetap berperang pada agamanya juga.
Kita katakan boleh menyerahkan rahasiannya kepada istrinya dari ahlul kitab itu karena Allah berfirman sendiri tentang masalah perkawinan dan rahasianya sebagai berikut:
ومن اياته أن خلق لكم من أنفسهم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل بينكم مودة ورحمة ( الروم : 21)
Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia jadikan untuk kamu diri-diri kamu ssendiri jodoh-jodohnya supaya kamu dapat tenang dengan jodoh itu dan Dia telah menjadikan di antara kamu cinta dan kasih sayang ( Q.S Ar-rum ayat 21 ).

Disini ada suatu peringatan yang harus kita ketengahkan, yaitu ; bahwa seorang muslimah yang fanatik kepada agamanya akan lebih baik daripada yang hanya menerima warisan dari nenek moyangnya. Karena Rasulallah S A W mengajarkan kepada kita tentang memilih jodoh dengan kata-kata sebagai berikut :
إظفر بذات الدين تربت يداك ( رواه البخارى )
Pilihlah perempuan yang beragama, sebab kalu tidak celakalah dirimu ( H.R Bikhari )

Dengan demikian maka setiap muslimah betapapun keadaanya adalah lebih baik bagi seorang muslim, daripada perempuan ahlul kitab.
Kemudian kalau seorang muslim mengkhawatirkan pengaruh kepercayaan istrinya ini akan menular kepada anak-anaknya termasuk juga pendidikannya, maka dia harus melepaskan dirinya, dari perempuan ahlul kitab tersebut demi menjaga agama dan menjauhkan diri dari marabahaya.
Dan jika jumlah kaum muslimin di suatu negara termasuk minoritas, maka yang lebih baik dan menurut pendapat yang kuat, laki-laki tidak boleh kawin dengan perempuan yang bukan muslimah, sebab dengan dibolehkannya mengawini perempuan-perempuan lain dalam situasi seperti ini dimana perempuan-perempuan muslimah tidak dibolehkan kawin dengan laki-laki, akan mematikan puteri-puteri islam atau tidak sedikit dari kalangan mereka itu yang akan terlontar, untuk itu, maka jelas bahayannya bagi masyarakat islam dan bahaya ini baru mungkin dapat diatasi, yaitu dengan mempersempit dan membatasi masalah perkawinan yang mubah ini sampai pada suatu keadaan yang mungkin.[5]


HIKMAH TIDAK DIPERBOLEHKANNYA SEORANG MUSLIM MENIKAHI WANITA KAFIR SELAIN AHLUL KITAB
   Adapun hikmah tidak diperbolehkannya seorang muslim menikahi wanita kafir selain ahlul kitab, seperti budha, hindu, dan lain-lain, karena antara agama islam dan yahudi atau nasrani ada kesamaan, yaitu sama-sama bertuhankan Allah Subhanahu wata’ala, sama-sama mempercayai Rasul Allah, hanya saja mereka tersesat dan orang tersesat ada kemungkinan mendapatkan jalan yang benar suatu hari nanti dengan berusaha mencocokkan kesalahan mereka dengan ajaran islam dan Al-Qur’an.
Sedangkan orang budha, hindu dan lain-lain, tidak ada persamaan persepsi sama sekali dalam hal apapun, karena tuhan mereka berbeda, tidak mempercayai kitab-kitab Allah dan RasukNya, sehingga walaupun seribu dalil kita utarakan kepada mereka mereka tidak akan mengakui kebenaran agama kita, jika bukan karena taufiq dari Allah Subhanahu wata”ala karena tidak ada persamaan sama sekali dalam agama mereka maka walaupun berkumpul dalam satu rumah tangga belum tentu tergugah oleh karena itu tidak diperbolehkan oleh agama islam menikahi mereka.[6]



[1] Bagaimanakah anda menikah, segaf hasan baharun, ma;had darullughah wadda’wah, hal:60-61.
[2] Bagaimanakah anda menikah?, segaf hasn baharun, ma’had darullughan wadda’wah, hal: 61-62.
[3] Problematika pelaksanaan fiqh islam, nazar bakry, PT Raja Grafindo Persada, hal: 10-13.
[4] Bagaimanakah anda menikah?, Segaf hasan baharun,ma’had darullughah wadda’wah, hal; 63.
[5] Problematika pelaksanaan fiqh islam,nazar bakry, PT.rajagrafindo persada, hal: 8-10.
[6] Bagaimanakah anda menikah?, segaf hasan baharun, ma’had darullughah wadda’wah, hal: 64.

0 comments:

Post a Comment